Jika Anda menjumpai ular, pasti Anda merasa takut (ophidiophobia)
atau bahkan Anda tidak segan-segan untuk membunuhnya, benar bukan?
Referensi:
Indonesia memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi pada keanekaragaman
spesies ular, sekitar 380 spesies ular dapat dijumpai di Indonesia,
delapan persen diantaranya adalah ular yang berbisa dan berbahaya bagi
manusia. Namun, sebenarnya dibalik hal tersebut bisa ular memiliki
manfaat yang tersembunyi. Snake venom atau bisa ular merupakan
senyawa kimiawi yang diproduksi oleh kelenjar khusus dari sejumlah
spesies ular tertentu yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa dan
mempertahankan diri. Bisa ular mengandung lebih dari 20 jenis senyawa
yang berbeda, kebanyakan adalah protein. Hasil riset terkini menyebutkan
bahwa bisa ular dapat digunakan untuk mengatasi organisme-organisme
yang menimbulkan masalah khususnya penyakit tropis. Sayangnya, masih
sedikit sekali peneliti-peneliti life sciences di dunia yang tertarik untuk bergerak pada riset snake venom.
Penyakit tropis adalah salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi
pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Jenis penyakit tropis
ada tiga macam, yaitu penyakit infeksi oleh bakteri, penyakit infeksi
oleh virus, dan penyakit infeksi oleh parasit. Penyakit infeksi oleh
bakteri misalnya adalah tuberkulosis, tetanus, batuk rejan, dan yang
lainnya; penyakit infeksi oleh virus misalnya adalah zika, demam
berdarah dengue, flu burung, dan yang lainnya; sedangkan penyakit
infeksi oleh parasit misalnya adalah penyakit chagas, malaria,
leishmaniasis, dan yang lainnya.
Gigitan ular berbisa seringkali mematikan, kecuali jika berhasil mendapatkan pertolongan yang tepat. Tetapi, biological components
pada bisa ular memiliki sifat terapeutik yang signifikan. Hal inilah
yang kemudian membuat bisa ular memiliki potensi yang bagus untuk
mengeliminasi organisme-organisme yang menimbulkan masalah penyakit
tropis pada skala laboratorium. Ketidakadaan vaksin yang efektif untuk
solusi penanganan penyakit tropis saat ini merupakan salah satu
penunjang bahwa penelitian bisa ular ini menjadi sangat penting untuk
dikembangkan di masa depan sebagai kandidat obat penyakit tropis.
Penelitian secara in vitro menyebutkan peptida-peptida dari bisa ular Naja atra memiliki aktivitas untuk melawan multidrug-resistant tuberculosis atau MDR-TB. Multidrug-resistant tuberculosis
adalah bakteri yang dapat membentuk resistensi terhadap obat
antimikroba yang digunakan sebagai pengobatan penyakit tersebut, MDR-TB
tidak memberikan respon pada dua jenis obat yang ampuh untuk anti-TB,
yaitu isoniazid dan rifampicin. Selain itu, bisa ular dari Naja naja, Daboia russelli, Bungarus fasciatus, dan Naja kaouthia memiliki aktivitas anti MDR-TB sehingga perlu dilakukan eksplorasi lebih dalam sebagai obat anti-TB yang lebih ampuh. Bungarus fasciatus adalah spesies ular berbisa dari famili Elapidae yang merupakan salah satu ular paling berbahaya dan mematikan di Indonesia.
Pada dunia virologi atau cabang ilmu yang mempelajari tentang virus, LAAO (L-Amino acid oxsidase) yang diisolasi dari bisa ular Bothrops jararaca, menunjukkan aktivitas sebagai antivirus melawan virus dengue serotipe 3. Sedangkan bisa ular dari Crotalus durissus terrificus,
dapat menghambat replikasi virus Measles dan bisa ularnya tidak
memiliki sifat sitotoksisitas berdasarkan penelitian berbasis
laboratorium. Selain itu, senyawa immunokine, salah satu derivat dari α-toxin yang diisolasi dari bisa ular Naja siamensis,
menunjukkan daya hambat infeksi limfosit oleh virus HIV dan FIV. Disisi
yang lain, phospholipase A2 atau PLA2 dan 12 peptida turunan dari PLA2
yang diisolasi dari bisa ular, memiliki aktivitas anti-HIV. Bisa ular
dari Naja sumatrana, Bungarus candidus, Hydrophis cyanocinctus, dan Oxyuranus candidus memiliki sifat anti-HIV berdasarkan penelitian berbasis laboratorium. Naja sumatrana adalah salah satu jenis golongan kobra yang paling mematikan di dunia yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia.
Crotoxin B yang diisolasi dari Crotalus durissus cumanensis, memiliki aktivitas untuk melawan Plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria. Sedangkan whole venom dari Naja haje, Cerastes cerastes, Crotalus viridis, Philodryas baroni, dan Hypisglena torquata memiliki aktivitas untuk melawan Trypanosoma cruzi (penyebab penyakit Chagas) dan Leishmania spp. (penyebab penyakit Leishmaniasis). Selain itu, LAAO yang diisolasi dari bisa ular Lachesis muta, Bothrops atrox, dan Bothrops moojeni juga dapat melawan Leishmania spp. dan Trypanosoma cruzi.
Pada penelitian berbasis laboratorium, bisa ular atau snake venom memiliki
potensi sebagai kandidat obat untuk melawan agen-agen penyakit tropis
seperti bakteri, parasit, dan virus. Namun, perlu dilakukan riset lebih
mendalam lagi untuk mendapatkan manfaat langsung pada aplikasi klinis.
Hal ini seharusnya sudah menjadi salah satu keunggulan riset bidang life sciences
di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain karena
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terutama
pada golongan herpetofauna yang termasuk ular berbisa didalamnya.
Referensi:
CM Adade and T Souto-Padrón. 2015. Venoms as Sources of Novel Anti-parasitic Agents. Toxins and Drug Discovery. DOI 10.1007/978-94-007-6726-3_4-1.
SK Bhunia, M Sarkar, A Bhakta, A Gomes, and B Giri. 2015. In vitro
screening of snake venom against multidrug-resistant tuberculosis. Asian Pac J Trop Dis 2015, 5(12): 1003-1006. doi: 10.1016/S2222-1808(15)60973-2.
JVR Rivero, FOF de Castro, AS Stival, MR Magalhães, JRC Filho, and
IAH Pfrimer. 2011. Mechanisms of virus resistance and antiviral activity
of snake venoms. The Journal of Venomous Animals and Toxins including Tropical Diseases, 17(4): 387-393.
Comments
Post a Comment
Thank you!